Header Ads

Dari Dalam ke Luar, dari Luar ke Dalam (Catatan Jelang Rakerwil V Hidayatullah DIY - Jateng Bagian Selatan)

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Mulia. Yang mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahui manusia.” (Terjemah Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)

Firman pertama Allah ta’ala ini sangat inspiratif. Sebagian kaum muslimin menjadikannya sebagai sandaran tauhid dan akidah. Sebagian lainnya pada epistemologi ilmu. Sebagian lainnya pada adab. Bahkan ada self-healing dan kultur akademik.

Hidayatullah, sebagai bagian dari kaum muslimin (jama’atun minal muslimin) dan berakidah ahlussunnah wal jama'ah, mengakui seluruh khazanah pemikiran tersebut. Bahkan Hidayatullah menjadikannya inspirasi untuk gerak proaktif. Bahwa insan, perorangan atau komunal, senantiasa dituntun untuk terus aktif membaca lalu bergerak sesuai hasil bacaannya. Seorang insan tidak boleh pasif, sedikit gerak, apalagi diam.

Seorang insan perlu membaca apa yang ada di hadapan matanya, menelaah apa yang didengarnya, sekaligus merenungkan apa yang dirasakannya. Seorang insan terlahir sebagai aktivis. Hidupnya penuh gerak. Satu gerakan yang tercipta melahirkan gerakan lain. Pada satu dua kejadian, gerakan berikutnya jauh lebih dahsyat.

Dari sinilah, sejak awal, Hidayatullah berupaya menciptakan gerakan. Berbagai keterbatasan dijadikan tantangan. Terus dan terus bergerak dilakukan, hingga keterbatasan luluh lantak.

Kemudian lahirlah keleluasaan. Namun tetap Hidayatullah tidak diam, keleluasaan dijadikan tantangan baru untuk menciptakan berbagai kebermanfaatan baru. Inilah paradigma dari dalam ke luar.

Di sisi lain, Hidayatullah menyadari bahwa hidupnya tidak di ruang hampa. Ada berbagai komunitas di sekitarnya. Terbuka atau tertutup, dua opsi yang tersedia, dan Hidayatullah memilih untuk terbuka.

Hidayatullah memilih untuk berinteraksi dengan komunitas-komunitas yang ada, sesama umat Islam dan umat lain, pemerintahan dan swasta, dalam dan luar negeri. Semua pihak dijadikan mitra sinergi kebaikah sejauh memungkinkan. Karena Hidayatullah percaya ada banyak kebaikan yang Allah ta’ala karuniakan kepada pihak-pihak eksternal Hidayatullah. Kebaikan itu perlu dibaca, lalu jika mungkin diadopsi dan dikembangkan oleh Hidayatullah. Inilah paradigma dari luar ke dalam.

Dengan demikian Hidayatullah dan para kadernya senantiasa aktif membangun kapasitas dirinya. Belajar dan belajar terus dilakukan. Jalur formal, informal, ataupun nonformal, semuanya ditempuh, tergantung situasi dan kondisi personal kader.

Seluruh bidang digarap, sejauh kemampuan dan peluang. Sosial, pendidikan, dakwah, kesehatan, ekonomi, dan kemanusiaan merupakan bidang yang telah digeluti Hidayatullah. Para kader tidak saja mengelola amal-amal shaleh bahkan mengembangkannya agar kemanfaatannya semakin berlipat.

Dalam pengelolaan dan pengembangan amal-amal shaleh tersebut, sebagaimana telah disebutkan, Hidayatullah berupaya sinergis dengan pihak lain. Sehingga di era society 5.0, saat sinergi semakin didengungkan, Hidayatullah sudah siap. Rasa gagap hampir tidak ada.

Bukan perkara mudah untuk senantiasa bisa menyeimbangkan diri dengan perkembangan zaman. Isu disrupsi, leburnya batas antarkomunitas, serta pergulatan politik dan ekonomi menantang Hidayatullah untuk membaca secara komprehensif. Maka dilakukanlah pembacaan bayani berdasarkan nash, burhani berdasarkan perkembangan iptek, serta irfani berdasarkan kebersihan ruhiyah dan musyawarah.   

Bahwa Hidayatullah ingin memberikan respon terbaik berdasarkan kajian terbaik. Hidayatullah tidak ingin sekedar ikut arus. Pun Hidayatullah tidak ingin terjebak pada ekstrem kanan atau kiri, namun tegak dengan pendirian berdasarkan kajian terbaik. Ikhtiar ini wujud wasathiyah, satu Jati Diri Hidayatullah selain jama’atun minal muslimin dan ahlussunnah wal jama’ah.

Hal lain yang tidak luput dari perhatian Hidayatullah adalah penguatan keluarga, perempuan, anak, serta generasi muda. Hidayatullah memandang keempat perihal tersebut sebagai asas peradaban Islam. Oleh karena itu, perhatian kepada empat topik tersebut terus dikuatkan.

Pendirian dan pembinaan organisasi pendukung Muslimat Hidayatullah dan Pemuda Hidayatullah salah satu wujud concern Hidayatullah. Melalui kedua organisasi pendukung tersebut, gerak simultan dihadirkan. Sehingga keluarga, perempuan, anak, dan generasi muda dapat ditumbuhkembangkan dengan baik. Semoga ikhtiar ini mendukung harapan Indonesia Emas Tahun 2045.

Lebih jauh, dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Bagian Selatan (DIY – Jateng Bagian Selatan), ada begitu banyak amanah di pundak Hidayatullah. Selain amanah legal dan institusional, ada juga amanah historis dan sosiologis. Secara historis, DIY – Jateng Bagian Selatan merupakan wilayah perjuangan Diponegoro. Maka kelanjutan perjuangan untuk menghapuskan penjajahan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dilakukan. Sementara secara sosiologis, DIY – Jateng Bagian Selatan masih menjadi episentrum akademis dan politik nasional. Bahwa Yogyakarta, Surakarta, dan daerah-daerah sekitarnya menjadi barometer keunggulan ilmiah. Bahwa kota-kota tersebut tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik nasional.

Menyadari hal tersebut, Hidayatullah DIY – Jateng Bagian Selatan terus berupaya meningkatkan kapasitas dirinya, agar kuat di dalam dan bermanfaat di luar. Agar sinergi kebaikan semakin banyak terjalin. Agar masyarakat semakin meningkat kesejahteraannya. Agar kerukunan antarelemen masyarakat semakin erat.

Pada akhirnya, semoga Allah ta’ala mudahkan pelaksanaan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah DIY – Jateng Bagian Selatan tanggal 4-5 Januari 2025. Sehingga program-program kerja yang dihasilkan implementatif dan efektif, mudah dilaksanakan dan berdampak. Sehingga kemajuan dapat dirasakan bersama. Wallahul musta’an, wallahu a’lam.   



Fu'ad Fahrudin, 

Alumni Hidayatullah Institute Batch 10

Diberdayakan oleh Blogger.