Panasnya Kopi, Inspirasi Anti Stres Organisasi
Hari itu ragu sempat menyelimuti hati. Iya atau tidak, tapi akhirnya kaki dilangkahkan masuk ke warkop. Bismillah.
Dan...
Alhamdulillah harapan terpenuhi. Kopi yang dibuat abangnya nikmat. Pas panas, manis, dan kentalnya. Apalagi vibes warkop nyaman. Betul-betul kenangan menggores.
Pagi ini...
Kenangan kopi itu coba dihidupkan lagi. Hati ini agak ragu. Tapi, bismillah, gas lah.
Langkah pertama, air dipanaskan dengan kompor, bukan dispenser seperti biasa. Karena sang abang begitu, pakai air panas dari kompor. Selanjutnya kopi dan gula dimasukkan ke gelas. Tuang deh air panas. Aroma kopi langsung merebak, subhanallah.
Sruput pelan-pelan...
Tiiing!
Eh, kok ini jadi ingat manajemen stres. Air panas menjelma jadi stres, gelas jadi organisasi, sementara gula dan kopi jadi atmosfer organisasi. Perlahan-lahan gambaran terbentuk.
Dalam teorisasinya, stres diperlukan agar organisasi dinamis. Catatannya takaran stres harus tepat, tidak terlalu rendah atau tinggi. Jika stres terlalu rendah, organisasi tidak tertantang. Jika stres terlalu tinggi, organisasi kelelahan.
Dimiripkan dengan pembuatan kopi, jika air kurang panas maka cita rasa kopi terasa tiada. Namun jika air terlalu panas maka gelas bisa pecah. Batal deh acara minum kopinya.
Jika pas panasnya, seperti kopi abang warkop, enak deh. Yap, kuncinya di kekuatan gelas. Panasnya air tidak membuatnya pecah.
Seperti itu pula organisasi. Asal kuat, stres seperti apapun bisa ditanggungnya. Orang-orang di organisasi nyaman saja.
Pertanyaannya, apakah kapasitas organisasi disiapkan dalam menghadapi stres?
Pertama, saat rapat lima tahunan atau tahunan deh, pernahkah pimpinan organisasi melakukan kajian strategis?
Kedua, apakah pimpinan organisasi menetapkan target?
Ketiga, apakah pimpinan organisasi menetapkan potensi stres organisasi?
Keempat, apakah pimpinan organisasi melakukan kajian tentang kondisi orang-orang dalam organisasi?
Kelima, apakah pimpinan organisasi merumuskan kebutuhan orang-orang dalam antisipasi stres?
Keenam, apakah pimpinan organisasi merumuskan langkah-langkah agar kebutuhan orang-orang itu terpenuhi?
Bisa dikatakan langkah-langkah ini kebanyakan tidak terpenuhi. Akhirnya organisasi berjalan alamiah, ala kadar. Sifatnya rutinitas saja.
Masih mending jika begitu. Karena bisa jadi, saling menyalahkan hadir. Pimpinan menyalahkan staf, menilai staf tidak mau 'diajak lari'. Sementara staf menilai pimpinan seenaknya. Konflik mewarnai organisasi hari demi hari. Ibarat kopi, panas betul tapi rasanya tak karuan.
Beda jika ada persiapan. Pimpinan organisasi melalui berbagai tahapan, terutama berkaitan dengan orang-orang: kebutuhan dan langkah strategis pemenuhan.
Satu catatan terkait kebutuhan orang-orang, ada tiga kebutuhan dasar yang penting: Soft-skill, hard-skill, dan manajemen stres. Sebenarnya manajemen stres bisa dimasukkan dalam soft-skill. Namun karena manajemen stres berdimensi antisipatif dan kuratif, serta butuh keterampilan praktis, maka pemisahan diperlukan.
Kemudian pimpinan organisasi melakukan sosialisasi kepada orang-orang dalam organisasi. Sosialisasi diupayakan bersifat holistik. Sehingga orang-orang memiliki pemahaman deduktif yang utuh.
Akan lebih baik lagi jika pimpinan organisasi membangun komunikasi yang bersifat partisipatif. Orang-orang dalam organisasi bisa saling memberikan masukan dengan argumentasi yang terukur. Insya Allah, konflik akan sangat minimal. Sebaliknya nikmatnya ngopi akan lebih maksimal.
Sepakat?
Fu'ad Fahrudin
Alumni Hidayatullah Institute Batch 10
Post a Comment