Sekilas Tentang Silaturahim
Rasulullah
shallallah 'alaih wa sallam bersabda,
من أحب أن يبسط له فى رزقه وأن ينسأ له فى أثره فليصل
رحمه (متفق عليه)
"Barangsiapa yang ingin diluaskan
rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah menyambung
silaturahim.” (H.R. Bukhari Muslim)
Ada
poin-poin penting yang perlu dikaji dari hadits tersebut.
- Keutamaan
- Sasaran
- Derajat
- Prioritas
Utama
Keutamaan
Para
ulama berbeda pendapat, apakah jatah rezeki dan umur bisa ditambahkan padahal
sudah ditetapkan di alam janin? Haditsnya,
إن أحدكم يجمع خلقه فى بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم يكون
علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح ويؤمر
بأربع كلمات بكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أوسعيد (متفق عليه)
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan
penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh
hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari,
kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah) selamat empat puluh hari. Kemudian
diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh, serta
diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya,
dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (H.R. Bukhari Muslim)
Sebagian
ulama berpendapat, jatah rezeki dan umur tidak bisa ditambah. Penambahan rezeki
dan perpanjangan umur dimaknai sebagai barakah. Sehingga rezeki dan umur
digunakan pemiliknya di jalan kebaikan, buahnya pahala yang banyak dari Allah ta’ala.
Sebagian
ulama berpendapat, jatah rezeki dan umur bisa ditambah. Ketetapan Allah ta’ala
tentang keduanya bisa Dia ubah sesuai kehendak-Nya. Firman-Nya,
“Allah menghapus
apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (Terjemah
Q.S. Ar-Ra’d: 39)
Menyikapi
perbedaan pendapat tersebut, seorang muslim tidak perlu galau. Karena kedua pendapat
tersebut sama baiknya. Ujungnya seorang muslim akan mendapatkan banyak pahala
dan kasih sayang Allah ta’ala, jika senantiasa menyambung silaturahim.
Sasaran
Tiga
klasifikasi kerabat:
- Kerabat yang tidak boleh dinikahi.
- Kerabat yang saling mewarisi.
- Kerabat saling mewarisi ataupun tidak.
Luasan
kerabat dalam silaturahim sampai mana? Para ulama tidak memberikan batasan yang
jelas. Di sisi lain, ada perintah Allah ta’ala kepada Rasulullah shallallah
‘alaih wa sallam,
“Dan berilah
peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (Terjemah Q.S. Asy-Syu’ara:
214)
Memenuhi
perintah tersebut, Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam mengundang
kerabat beliau dari Bani Hasyim. Mereka pun hadir. Namun saat beliau akan
bicara, Abu Lahab memotong. Dia pun berkata, “Mereka itu adalah paman-pamanmu
dan para sepupumu. Bicaralah dan tinggalkanlah menganut agama baru.”
Rasulullah
shallallah ‘alaih wa sallam juga menyeru Bani Fihr, Bani Adi, dan Bani
Ka’b di bukit Shafa. Beliau menyampaikan peringatan kepada kerabat beliau.
Lagi-lagi Abu Lahab menentang seruan beliau. Abu Lahab berkata, “Celakalah
engkau sepanjang hari ini. Apakah hanya untuk ini engkau kumpulkan kami?”
Maka
ketika itulah Al-Qur’an surat Al-Lahab turun.
Bani
Hasyim merupakan keluarga besar Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam
di tingkat buyut. Sementara Bani Fihr, Bani Adi, dan Bani Ka’b keluarga besar
beliau di tingkat yang lebih tinggi lagi. Ini menunjukkan kerabat terdekat
bukan hanya kerabat mahram dan kerabat saling mewarisi.
Kemudian
dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallah 'alaih wa sallam bersabda
kepada para sahabat,
ستفتحون مصر وهي أرض يسمى فيها القيراط فاستوصوا بأهلها
خيرا ذمة ورحما (رواه مسلم)
“Suatu saat kalian akan menaklukkan Mesir, satu negeri yang di
dalamnya banyak disebut nama qirath. Maka hendaklah kalian memberikan wasiat
agar berbuat baik kepada penduduknya. Karena sesungguhnya mereka memiliki hak
perlindungan dan kekerabatan.” (H.R. Muslim)
Kekerabatan
yang dimaksud adalah kekerabatan Nabi Ibrahim alaihissalam dan Rasulullah
shallallah ‘alaih wa sallam dengan bangsa Mesir. Kekerabatan ini terjadi
lewat pernikahan. Nabi Ibrahim alaihissalam menikah dengan Ibunda Sarah,
sedangkan Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam dengan Ibunda Maria.
Beberapa
ibrah menarik dari hadits tersebut antara lain. Pertama, Rasulullah shallallah
‘alaih wa sallam mengingatkan para sahabat radhiyallah ‘anhum
tentang figur Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, baik sebagai sesepuh bangsa
Arab maupun umat Islam. Kedua, pernikahan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan
Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam dijadikan satu kekerabatan
umum, yakni antara beliau berdua dengan bangsa Mesir. Ketiga, walaupun tidak
menentang dakwah Islam, bangsa Mesir belum muslim saat Rasulullah shallallah
‘alaih wa sallam bersabda. Tapi hal ini tidak menghalangi hak kekerabatan
bangsa Mesir. Keempat, para sahabat radhiyallah ‘anhum diminta tidak
semena-mena kepada bangsa Mesir saat penaklukan Mesir terjadi. Mereka diminta
memperhatikan kekerabatan umum tersebut. Kelima, para sahabat radhiyallah
‘anhum yang memiliki hubungan darah dengan kedua nabi mulia ini, otomatis
memiliki kekerabatan umum juga dengan bangsa Mesir.
Dari
paparan tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa cakupan kekerabatan bisa sangat
luas. Cakupannya bisa sampai kakek, buyut, bahkan lebih tinggi. Tidak hanya
sesama muslim, kekerabatan juga mencakup non-muslim dengan catatan tidak
memerangi Islam dan kaum muslimin. Tentu perlakuan silaturahim kepada muslim
dan non-muslim berbeda.
Dengan
demikian silaturahim bisa sangat luas. Tidak seluas hanya satu garis keturunan
tertentu. Bahkan silaturahim bisa dilakukan sesama anak Adam ‘alaihissalam.
Karena seluruh nasab bersambung kepada beliau.
Secara
berurutan, prioritas silaturahim ada pada kerabat yang mahram. Selanjutnya
kerabat yang saling mewarisi. Selanjutnya kerabat lebih luas lagi, dan
seterusnya.
Bagaimana
dengan silaturahim berbasis komunitas atau antarkomunitas? Berdasarkan
pemaparan yang ada, ini diterima sebagai satu bentuk silaturahim. Apalagi
tujuannya menciptakan islah, ukhuwah, dan ta’awun, baik bersifat imani ataupun
adami.
Derajat
Silaturahim
memiliki derajat yang berbeda-beda. Ada wajib dan mustahab. Wajib ketika
tanda-tanda putusnya silaturahim terlihat. Di bawah situasi tersebut bersifat
mustahab.
Wujud
silaturahim yang paling penting adalah menghindari tidak bicara satu sama lain,
harus ada salam dan kalam. Salam diwujudkan dengan doa dari jauh, titip salam
lewat orang lain, ataupun menyalami (mengucapkan salam dan bersalaman) secara
langsung. Kalam diwujudkan dengan kata-kata yang tidak menyakiti, bahkan
memberi motivasi.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ليس الواصل بالمكافئ ولكن
الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها (رواه البخارى)
“Orang yang menyambung silaturahim bukanlah orang yang membalas
kebaikan satu sama lain, tapi menyambung kekerabatan yang diputus.” (H.R. Bukhari)
Hadits
ini tidak menafikan (menolak) pentingnya membalas kebaikan. Akan tetapi hadits
ini menampilkan kesempurnaan silaturahim. Bahwa selain membalas kebaikan,
silaturahim perlu dilakukan dalam rangka menyambung kembali silaturahim yang
putus.
Secara
khusus silaturahim kepada non-muslim, perihal salam perlu diperhatikan. Jika
mungkin, seorang muslim tidak memulai salam kepada non-muslim. Sabda Rasulullah
shallallah ‘alaih wa sallam,
لا تبدؤوا اليهود والنصارى
بالسلام (رواه مسلم)
“Janganlah kalian memulai salam kepada Yahudi dan Nashrani.”
(H.R. Muslim)
Saat
bertamu, mungkin bisa seorang muslim menggunakan kata semisal ‘Permisi’ atau
‘Kulo nuwun’. Intinya kata yang digunakan merupakan suatu kelaziman dalam satu komunitas.
Sehingga ada saling nyaman.
Adapun
saat bertemu, hendaklah seorang muslim tidak menyapa duluan. Jika pun terpaksa,
kata semisal ‘Pagi’ atau ‘Hai’ bisa digunakan. Intinya kata sapaan yang lazim.
Saat
seorang non-muslim memberikan salam, jawabannya ‘wa ‘alaikum’, sesuai sabda
Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam,
إذا سلم عليكم أهل الكتاب
فقولوا وعلكيم (متفق عليه)
“Jika seorang ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) memberikan
salam, maka jawablah ‘wa ‘alaikum’.”
Prioritas
Utama
Orangtua
prioritas utama sasaran silaturahim.
Karena, sebagaimana masyhur diketahui, ridha Allah ta’ala tergantung
ridha orangtua. Anak yang jauh bersilaturahim dengan mengunjungi. Saat
berkunjung, sang anak perlu menampilkan sikap baik dan lembut. Adapun anak yang
dekat atau serumah bersilaturahim dengan sikap baik dan lembut berketerusan.
Sabar perlu ditumbuhkan dalam diri sang anak. Karena bisa jadi orangtua membuat
perilaku yang menyusahkan.
Saat
orangtua berperilaku atau menyuruh sesuatu yang keluar dari agama, maka
anak-anak perlu mengingatkan dengan baik dan lembut. Langkah lain anak-anak
bisa meminta orang lain yang lebih otoritatif untuk menasehati orangtua. Tentu
saja, langkah paling penting, doa kepada Allah ta’ala.
Wallah
a'lam.
Fu’ad
Fahrudin
Referensi
- Shafwatut Tafasir
- At-Tafsir Al-Muyassar
- Riyadhush Shalihin
- Dalilul Falihin Lizhuruq Riyadhish Shalihin
- Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
- Ibanatul Ahkam Syarh Bulughil Maram
- Minhajul Muslim
- Ar-Rahiq Al-Makhtum Bahtsus Siratin Nabawiyah
Post a Comment