Header Ads

Ini Adzan dan Iqomat, Anakku: Sebuah Dekapan Ruhiyah

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Kukumandangkan kepadamu saat ini, sesaat kau lahir. Kau telah diurus oleh ibu-ibu bidan dan ditempatkan di kotak penghangat khusus bayi baru lahir. Tadi aku temani ibumu dulu sampai proses persalinan cukup, lalu aku datang kepadamu.


Kukumandangkan dengan isak tertahan. Bagaimanapun, ibumu telah memberikan usaha terbaiknya dalam melahirkanmu. Sementara aku, ayahmu, hanya bisa mendampingi dan  membantu.

Pantas saja Baginda Nabi shallallah ‘alaih wa sallam menyebut ibu tiga kali sebagai orang yang paling layak dihargai. Ada tafsiran dari ulama, karena ibu memberikan tiga pengorbanan: mengandung, melahirkan, dan menyusui. Sementara ayah berkorban dalam satu tindakan saja:  memberi nafkah.

Maka Anakku, adzan dan iqomat ini merupakan perayaan kegembiraanku. Betapa aku senang, ibumu dan kau dalam kondisi sehat. Aku tidak merayakan dengan cara jahiliyah seperti  bersorak atau berteriak; aku merayakan dengan tunduk kepada-Nya.

Semoga perilaku perayaan ini, Anakku, memberikan inspirasi kepadamu. Jagalah dirimu dari perilaku-perilaku perayaan jahiliyah. Tetaplah pada fitrahmu. Saat ada kegembiraan, ingatlah cara Islami merayakannya.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Meskipun dikumandangkan dengan lirih sambil terisak, keduanya tetap kuat. Karena pesannya kuat. Karena nama Yang Maha Kuat disebut. Oleh karena itu, Anakku, ingatlah untuk terus menguatkan isi kata-katamu. Bi idznillah kata-katamu akan menguat. Adapun suaramu, boleh kau keraskan, boleh lunakkan, tergantung kondisinya. Dalam mobilisasi massa, tentu suara keras diperlukan. Sementara dalam suasana syahdu, suara lembut lebih mengena.

Bersuara keras terus, Anakku, kurang baik. Al-Qur’an menggambarkan suara keras mirip dengan suara keledai. Pemiliknya bisa merusak pita suaranya sendiri, merusak kelembutan hatinya sendiri, juga merusak suasana sekitarnya.

Anakku, kuulangi lagi. Kuatkan pesan kata-katamu, bukan suaramu. Ini berarti kuatkanlah keberhargaan dirimu. Berbagai kebaikan, lakukanlah. Bukan semua itu untuk orang lain tapi untukmu. Agar kau semakin yakin dengan nilai-nilai kebaikan yang ada. Terus begitu kau lakukan hingga nilai-nilai kebaikan lebur dalam dirimu. Jika sudah begitu, kapanpun dan dimanapun insya Allah, kebaikanlah yang kau lakukan.

Begitu banyak di dunia ini, Anakku, orang yang mencari keberhargaan lewat citra diri. Ia tidak peduli baik dan buruk isi diri. Bagi mereka yang paling penting adalah perhatian orang-orang tertuju kepadanya.

Ia pun sibuk memoles diri. Ia menghabiskan banyak waktu dan dana untuk itu. Bahkan dalam situasi tertentu, agar senantiasa terlihat baik, ia menjelek-jelekkan orang lain.

Kebaikan yang kumaksudkan, Anakku, juga mencakup prestasi-prestasi. Tak masalah jika kau mengikuti kegiatan-kegiatan positif lalu menang. Tidak menangpun, semoga kegiatan- kegiatan positif itu memberikan ruang kebaikan untukmu.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Kukumandangkan dengan harapan kau akrab dengan kalimat-kalimat thayyibah. Sehingga seiring tumbuh kembangmu, semoga kalimat-kalimat baik senantiasa meluncur dari ucapan-ucapanmu. Setiap orang dekatmu nyaman. Kau pun merasakan rasa nyaman yang sama. Hubungan baik terjalin di antara dirimu dan orang-orang sekitarmu. Kebahagiaan, semoga, dapat terasakan selalu.

Sungguh, Anakku, Baginda Nabi telah bersabda bahwa kendali lisan itu penting. Jika tidak bisa berkata baik hendaklah seseorang itu diam, begitu sabda beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Karena kata yang tidak terkendali dapat menggoreskan luka. Mungkin saat ini hati orang lain yang tersayat, esok hati pemilik kata juga tergores.

Yakinlah, Anakku, kata-kata baik itu baik. Seorang jagoan atau hebat bukanlah dia yang berani mengumbar kata-kata tak terkendali. Bahkan mungkin dia penakut. Supaya ketakutannya tertutupi, ia mengumbar kata-kata sesukanya. Pernahkah ia membayangkan bertemu dengan malaikat pencabut nyawa dan juga penanya dalam kubur? Seberapa kuat lidahnya berujar?

Satu hal lagi, Anakku. Jagalah kata-kata untuk tidak merendahkan orang lain. Karena sesungguhnya manusia berada pada hakikat yang sama. Takwa pembedanya. 

Anakku, lihatlah dunia. Ada sisi yang mungkin tidak bisa sentuh, apalagi kita ahli tentangnya. Oleh karena itu, hendaklah terus merendahkan hati. Semoga pintu ilmu senantiasa  terbuka.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Shalat diserukan dengan keduanya. Bukan bunyi lonceng, terompet, atau pengasapan. Ini seruan beda dan pembeda. Dari sinilah, Anakku, ada batas-batas yang perlu dikuatkan seorang muslim. Terutama ibadah, ada batasan tegas untuknya.

Adapun gaya hidup, boleh kiranya kita memilah dan memilih. Jika gaya hidup itu masih sesuai dengan Islam, boleh kita mengikutinya. Jika tidak, maka kita tidak mengikutinya.

Kadang-kadang, Anakku, kita dikondisikan dalam isu kolot, terbelakang, dan tidak open-minded. Yakinlah, Anakku, Islam akan selalu sesuai dengan zaman. Islam akan selalu memberikan solusi. Genggamlah terus Islam, bi idznillah hanya kebaikan yang akan kau rasakan.

Begitu banyak hal di kehidupanmu nanti. Mungkin ada godaan-godaan sesat menghampirimu. Jangan berubah, tetaplah istiqomah dalam Islam. Jika satu hal terlewat karena  pilihanmu berdasarkan Islam, bi idznillah akan Allah ganti dengan lebih banyak pilihan.

Jika kau mampu, Anakku, tunjukkan kepada dunia keindahan Islam. Jadilah influencer dunia, dan suarakanlah Islam. Jadilah suara Islam. Semoga Allah ta’ala menjagamu selalu.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Biasanya dikumandangkan oleh para lelaki. Kepada mereka, amanah adzan ini diberikan. Maka para lelaki muslim, termasuk dirimu, perlu belajar adzan. Bukan faktor keindahan suaranya yang paling penting tapi hafal dan fasih melafalkan.

Jika kau sudah maksimal mengolah suara namun adzanmu masih kurang bagus, tak mengapa. Karena kau sudah mujahadah. Bi idznillah akan ada orang-orang sekitarmu yang memiliki kemampuan adzan yang baik.

Selain adzan dan iqomat, Anakku, kiranya perlu lelaki muslim serius belajar tahsin Al-Qur’an. Karena lelaki muslim memiliki amanah menjadi imam shalat. Selain itu, baik kiranya jika ia memiliki keterampilan menyembelih hewan kurban. Karena demikian Baginda Nabi memberikan teladan, beliau menyembelih hewan kurban beliau sendiri.

Bagus jika kau menguasai olahraga panahan, berkuda, dan berenang. Minimal sekali dalam hidupmu, belajarlah. Karena itu sunnah dari Baginda Nabi.

Anakku, lelaki muslim berbeda dengan lelaki kebanyakan. Perlu ia memiliki sejumlah   keterampilan yang telah kusebutkan. Selain itu, perlu ia memiliki cemburu. Ia tidak boleh membiarkan istrinya tergoda oleh lelaki lain. Perlu kau melakukan sejumlah hal agar istrimu setia kepadamu. Menjaga penampilan, membantunya dalam kesusahan, dan juga memaafkan kesalahan-kesalahannya merupakan jalan utama menuju kekuatan cinta antara kau dan istrimu.

Selain istri, anak-anakmu perlu kau jaga perhatikan. Jangan sampai anak-anakmu jatuh ke pergaulan yang buruk. Jangan sampai pula anak-anakmu berperilaku buruk.

Oleh karena itu, Anakku, belajarlah menjadi pemimpin. Awalnya, kau pelajari keterampilan-keterampilan dasar tadi. Lalu kau kembangkan dengan kemampuan kepemimpinan lainnya.

Jangan kendor, Anakku. Ingatlah, kau penanggung jawab keluarga di akhirat. Kau akan ditanya tentang keluargamu. Jika kau telah mendidik keluargamu, bi idznillah kau aman. Tapi sebaliknya jika kau abai, kau tidak akan aman. Berat sekali aku memikirkan masa depan akheratmu.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Kukumandangkan sesaat setelah kau lahir. Sebagian kaum muslimin tidak menyukai amalan ini. Mereka anggap ini bid’ah. Sebagian lainnya menyukai amalan ini.

Dalam hal ini, Anakku, aku pilih untuk kumandangkan adzan dan iqomat. Karena aku mendapati banyak kebaikan di dalamnya. Dan memilih satu pendapat dalam Islam tidaklah mengapa.

Dan kau mungkin akan temukan banyak perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin. Tetaplah rendah hati, Anakku. Karena perbedaan pendapat sudah terjadi sekian lama. Jangan sampai perbedaan pendapat menjadikan kau dan umat Islam lainnya saling membenci.

Timbanglah pendapat dengan sebaik-baiknya, lalu pilihlah. Teruslah menuntut ilmu hingga kau bisa memilah dan memilih. Bergaullah secara luas dengan kaum muslimin. Jangan kau gampang menilai orang lebih buruk dari dirimu. Bahkan bisa jadi mereka lebih baik dari dirimu.

Banyak-banyaklah membaca dan pelajari ilmu tazkiyatun nafs. Semoga hatimu lembut. Sehingga kau bisa leluasa dalam pergaulan yang mungkin semakin kompleks ketimbang zamanku.

Adapun saat kau berjumpa dengan orang selain muslim, timbanglah apakah mereka memusuhi Islam atau tidak. Orang-orang selain muslim yang memusuhi Islam, hati-hatilah kepada mereka. Siapkan argumentasi terbaikmu. Apabila fisikmu akan disakiti, belalah dirimu.

Sementara itu, ada orang-orang selain muslim yang tidak memusuhi Islam. Bahkan mereka penasaran dengan Islam. Kepada mereka, lembutlah. Tunjukkan kepada mereka keindahan Islam lewat perilakumu. Tunjukkan bahwa Islam membawa kebaikan di manapun dan kapanpun.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Ini dua seruan indah penuh cinta. Karena keduanya menyeru kepada pemilik alam yang penuh kasih sayang, juga menyeru kebaikan kemenangan/kesuksesan. Oleh karena itu, Anakku, shalatlah dengan baik lalu raihlah sukses dalam hidup.

Shalat yang khusyu’, bi idznillah, mengantarkan pelakunya kepada perilaku-perilaku positif. Ada disiplin, bersih, sinergi, dan solidaritas. Dengan kuatnya perilaku-perilaku positif ini, semoga ia sukses lebih mudah.

Bisa sukses berkorelasi dengan uang, bisa juga tidak. Yang penting hidupmu semakin baik seiring berjalannya waktu. Kebaikan hidup ini mencakup ruhiyah, jasadiyah, ilmiyah, maliyah,  dan lainnya.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Kukumandangkan dengan harapan kau akan kumandangkan saat ku telah renta. Saat itu, mungkin suaraku telah lemah, badanku juga. Sementara kau, di saat yang bersamaan, dalam kondisi kuat.

Tuntunlah aku dalam shalat dan kebaikan, Anakku. Jangan biarkan aku sendiri tanpa penuntun. Jangan biarkan aku menangis karena tak ada bantuan.

Aku sadar mungkin kau akan tinggal jauh dariku. Aku tak akan menghalangimu, insya Allah. Doamu akan selalu kutunggu, sebagaimana aku senantiasa mendoakanmu. Kita akan saling mendekap dalam doa.

Anakku, dalam rentaku nanti, berkenankah kau lembut padaku? Bahkan berkenankah kau memandikan dan menshalatkan jenazahku?

Tolong, janganlah kau lari menjauh saat badanku telah membujur kaku. Mandikanlah aku dengan lembut, shalatkanlah aku dengan khusyu’, dan antarkanlah aku ke liang lahat.

Ini adzan dan iqomat, Anakku…

Ini dua seruan yang semoga mengingatkanmu pada diriku, juga diriku kepadamu. Kita saling mengingat dalam kebaikan. Dan semoga kita bersama di surga-Nya kelak. Amin.


Diberdayakan oleh Blogger.