Apresiasi Barakah, Sebuah Awal Membangun Kelas Yang Dirindukan
Yuk, Bapak
dan Ibu Guru, ambil satu lembar kertas dan pulpen. Tulis satu nama murid. Lalu
tulis kekurangan atau kelemahan yang dimilikinya. Boleh satu, dua, atau tiga poin
dituliskan. Namun, ikutilah satu kekurangan dengan sepuluh kelebihan atau kebaikannya.
Kekurangan ini bisa mencakup apa saja, fisik ataupun non-fisik. Begitu juga dengan
kelebihan, bisa mencakup berbagai hal.
Bagaimana? Lancarkah?
Jika terasa
sulit, bagaimana jika satu poin kekurangan diikuti oleh lima poin kelebihan?
Semoga opsi ini bisa memberikan kelancaran.
Jika masih
terasa sulit, boleh satu poin kekurangan diikuti oleh tiga kelebihan. Semoga
opsi ini terakhir dipilih, dan ada kelancaran dalam pengerjaannya.
Mengapa ini
perlu dilakukan? Berikut bahasannya.
Salah satu
karakteristik kebanyakan kelas adalah minimnya apresiasi. Di sisi lain, kelemahan,
kekurangan, atau kesalahan disorot sedemikian rupa. Sehingga dapat ditebak,
situasi kelas kurang nyaman. Atmosfer suportif hampir tak terasa.
Guru juga
menghadapi situasi yang kurang nyaman. Motivasi mengajar sedikit banyak
terganggu. Dalam benaknya, betapa para murid memberatkan. Akhirnya hari demi
hari dilalui dengan beban psikis yang cukup menyakitkan. Fisik pun relatif
lebih rapuh.
Nah,
marilah berhenti sejenak. Ambil nafas. Lalu bukalah Al-Qur’an terutama surat Al-An’am
ayat 160, “Barangsiapa berbuat kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali
lipat. Dan barangsiapa berbuat keburukan, maka dia tidak dibalas melainkan
seimbang dengan keburukannya.”
Mari merenung.
Betapa Allah Maha Membalas Kebaikan. Seorang hamba yang berbuat baik, baginya balasan
sepuluh kebaikan. Di sisi lain, jika sang hamba berbuat jelek, baginya balasan
hanya satu kejelekan alias sama.
Allah ta’ala
mengajari manusia, terutama para pendidik, untuk bersifat apresiatif. Setiap satu
kebaikan yang muncul, apresiasilah dengan sebaik-baik apresiasi. Bahkan bagikanlah
kepada orang-orang yang dianggap perlu untuk mengetahui.
Kebaikan ini
bisa sesuatu yang didengar, dilihat, disentuh, ataupun dirasakan; bisa fisik
ataupun non-fisik. Apresiasilah dengan tulus.
Nah, agar
apresiasi menjadi barakah, ucapkanlah kalimat-kalimat toyibah semisal alhamdulillah,
subhanallah, dan barakallah. Agar penyakit ‘ain jauh. Ini sesuai dengan hadits
yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, “Jika salah seorang dari kalian melihat pada
diri saudaranya suatu hal yang menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya.
Karena ‘ain itu benar adanya.”
Contoh lain,
“Alhamdulillah murid-murid kelas ini mau mendengarkan Bapak selama lima belas
menit. Barakallah. Sekarang bisa kita tambahkan sepuluh menit lagi?”
Sebagaimana
telah disampaikan, bagus jika apresiasi barakah disampaikan kepada orang-orang
yang dianggap perlu untuk mengetahui semisal orangtua murid. Sampaikanlah,
contohnya, “Alhamdulillah Bunda, Mas Abdullah tadi mau memungut bungkus permen
di lantai kelas untuk dimasukkan ke keranjang sampah. Bungkus permen ini bukan
punya Mas Abdullah lho. Subhanallah, Mas Abdullah partisipatif dalam kebersihan
kelas.”
Sekecil apapun
kebaikan, apresiasi layak diberikan. Bukankah setiap kebaikan akan dibalas,
walaupun seukuran dzarrah?
Sementara itu,
jika ada kesalahan dilakukan murid, bolehlah guru menimbang teguran. Ada murid
yang cukup ditegur dengan pandangan mata; ada dengan dehem; ada dengan isyarat
jari; ada dengan kata tanya. Sehingga teguran penuh drama bisa disimpan. Agar
semua insan di kelas tidak lelah mental.
Saat kelas
tidak terselimuti kelelahan mental, semoga kelas terasa lega bagi jiwa. Lingkungan
suportif terasa. Kesenangan belajar dan mental diri positif tumbuh. Kelas
menjadi tempat yang dirindukan setiap saat oleh penghuninya, guru dan muridnya.
Wallahu
a’lam.
Post a Comment